Abstract

This research aimed to examine and to analyze the effect of compensation and transformational leadership on job satisfaction, either directly or indirectly, mediated with job motivation variable in Muhammadiyah Hospital of Lamongan (thereafter called RSML). This study was an explanatory research; the analysis method employed was Partial Least Square (PLS). The population of research consisted of 364 employees of Muhammadiyah Hospital of Lamongan, while the sample consisted of 79 employees, taken using Slovin technique. The results showed that compensation and transformational leadership are fundamental instruments underlying Muhammadiyah Hospital of Lamongan in improving its employees’ job motivation and satisfaction.

Pendahuluan

Perkembangan Usaha Rumah Sakit mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di Indonesia, menurut data (Kementerian Kesehatan: 2018) Rumah akit di Indonesia terdiri dari rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta dengan jumlah total 2.773. Pertumbuhan Rumah akit emerintah selama enam tahun terakhir tidak sepesat pertumbuhan Rumah akit swasta. Rata-rata pertumbuhan Rumah akit emerintah hanya sebesar 0.4%, sedangkan Rumah akit swasta sebesar 15.3%. Data Rumah Sakit Swasta pada berbagai Provinsi di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini.

Figure 1.Data Rumah Sakit Swasta pada Berbagai Provinsi di Indonesia

Sumber: Kementerian Kesehatan ( 2018 )

Pada Gambar 1 diperoleh informasi bahwa rata-rata di setiap provinsi terdapat kenaikan jumlah Rumah Sakit swasta. Pertumbuhan agresif terlihat terutama di Jawa Timur naik empat kali lipat atau jika dipersentase sebesar rata-rata 21% dan di Jawa Barat naik hampir dua kali lipat atau 19%, DKI Jakarta naik hampir dua kali lipat atau rata-rata sebesar 8% selama 6 tahun terakhir ini. Demikian pula di Jawa Tengah naik hampir tiga kali lipat atau rata-rata sebesar 19%. Pada data tersebut dapat disimpulkan bahwa propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan pertumbuhan Rumah Sakit swasta tertinggi di Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa provinsi Jawa Timur memiliki potensi yang besar dalam pengembangan industri Rumah Sakit. Hal ini tentunya juga akan berdampak pada aspek kebutuhan Sumber daya manusia pada industri tersebut. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting untuk pengembangan organisasi selain modal financial (Chu Lin et al: 2019), termasuk organisasi layanan kesehatan rumah sakit.

Faktor kunci kualitas layanan rumah sakit adalah manajemen sumber daya manusia. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas memerlukan perubahan dan perbaikan pada manajemen dan organisasi. Rumah sakit sebagai bagian dari pelayanan kesehatan publik harus mampu memenuhi standar pelayanan kesehatan yang selalu dipantau kualitas dan kuantitasnya melalui akreditasi rumah sakit. Salah satu poin penting dalam penilaian akreditasi rumah sakit (Suryanto: 2011).

Rumah akit Muhammadiyah Lamongan adalah salah satu rumah sakit terkemuka di Kabupaten Lamongan, hal ini dibuktikan dengan berbagai penghargaan dan prestasi yang diraih, salah satunya adalah “Piagam Penghargaan Indonesian Hospital Management Award” PERSI AWARDS - IHMA Tahun 2017 dan Predikat Akreditasi Lulus Paripurna Tahun 2018 - 2020. Kondisi ini menuntut RSML harus memiliki standar kinerja yang baik, hal ini akan bisa diwujudkan apabila kepuasan kinerja karyawan juga dipenuhi dengan baik. Sesuai dengan pendapat (Al-Rizal dan Ratnawati: 2012) ada dasarnya seseorang karyawan dalam bekerja akan merasa nyaman dan memberikan kinerjanya yang optimal apabila dalam memperoleh kepuasan kerja sesuai apa yang diinginkan.

Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pegawai dengan pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pegawai dengan pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, pegawai yang tidak puas akan bersikap negatif dengan pekerjaan dan bentuknya berbeda-beda antara pegawai satu dengan yang lainnya (Khan et al, 2012). Kepuasan kerja didefinisikan sebagai keadaan yang menyenangkan atau emosi positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan dan pengalaman kerja (Sinambela: 2012). Faktor-faktor yang berperan penting dengan kepuasan kerja adalah kesempatan bekerja sesuai kemampuannya, keamanan kerja, upah, interaksi dengan rekan kerja kerja, dan interaksi dengan pimpinan (Amstrong: 2012). Kepuasan kerja berdampak langsung dengan tingkat absensi, komitmen, kinerja dan produktivitas. Kepuasan kerja pegawai akan memengaruhi kinerja pegawai tersebut dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat / klien (Khan et al, 2012). hal tersebut juga dikuatkan dengan penelitian Pang dan Shan-Lu (2018) bahwa kepuasan kerja mampu meningkatkan kinerja keuangan seperti tingkat pengembalian aset, peningkatan omset dan profitabilitas.

Untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan diperlukan motivasi yang tinggi dalam bekerja. Semakin tinggi motivasi seseorang, maka semakin tinggi pula kepuasan mereka dalam bekerja (Bang et al: 2018). Karena motivasi adalah alasan di balik suatu tindakan, ini mengarah ke awal dan kelanjutan dari suatu kegiatan dan menentukan arah perilaku seseorang (Garcia et al: 2018). Beberapa cara dilakukan oleh suatu perusahaan/organisasi untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Perusahaan menggunakan kompensasi sebagai cara untuk memotivasi pekerja dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja mereka (Yang dan Chen, 2018). akan tetapi bukti empiris lain menyatakan bahwa bentuk insentif maupun kompensasi tidak bisa menjadi faktor utama dalam meningkatkan motivasi pegawai. Faktor lain yang dapat mempengaruhinya adalah gaya kepemimpinan, kepemimpinan transformasional menjadi salah satu pilihan terbaik dalam memotivasi pegawai. Seorang pemimpin tidak dapat menggunakan insentif ekonomi atau karier, tetapi mereka dapat menggunakan kepemimpinannya untuk memotivasi karyawan (Gennaro: 2018).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh kompensasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja, baik pengaruh langsung maupun tidak langsung yang dimediasi oleh variabel motivasi kerja, serta menguji dan menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah explanatory research, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan penjelasan mengenai hubungan atau sebab akibat diantara variabel yang ada melalui pengujian hipotesis (sekaran: 2011). Metode analisis yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS), dengan mengevaluasi model struktural (inner model) dan model pengukuran (outer model). Jumlah Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan yang berjumlah 364 karyawan. Dalam penelitian ini penulis mempersempit populasi yaitu jumlah seluruh karyawan sebanyak 364 karyawan dengan menghitung ukuran sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik Slovin menurut (Sugiyono: 2011). Berdasarkan perhitungan diatas sampel yang mejadi responden dalam penelitian ini di sesuaikan menjadi sebanyak 79 orang. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer. Data tersebut dikumpulkan menggunakan kuesioner. Kuesioner disebarkan kepada para karyawan RSM Lamongan, diisi sendiri oleh mereka dan akan dikumpulkan pada saat itu juga.

Instrumen penelitian diukur menggunakan Skala Likert. Sebagai dasar penentu indikator untuk memperoleh data kuantitatif, maka jawaban setiap item instrument memiliki gradasi dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju (interval nilai 1 – 5). Untuk mengukur validitas dan reliabilitas instrument dengan program WarpPLS, dievaluasi berdasarkan nilai convergent validity dan discriminant validity. Discriminant validity dapat dilakukan dengan melihat nilai loading factor. Apabila nilai loading factor > 0,50, maka indikator dinyatakan valid. Sedangkan pengukuran reliabilitas antar blok indikator, dilakukan dengan cara mengevaluasi nilai AVE (> 0,50), nilai composite reliability dan nilai cronbach alpha > 0,70 (Ghozali dan Latan: 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Outer Model

Sebagaimana diketahui bahwa indikator-indikator yang membentuk variabel laten dalam penelitian ini bersifat reflektif, maka evaluasi model pengukuran (measurement model/outer model) yang digunakan untuk mengukur validitas dan reliabilitas indikator-indikator tersebut adalah convergent validity, discriminant validity, composite reliability, dan cronbach alpha. Nilai validitas konvergen dapat dilihat dari korelasi antara skor indikator dengan skor konstruknya (loading factor) dengan kriteria nilai loading factor dari setiap indikator lebih besar dari 0,70. Namun, untuk analisis yang teorinya tidak jelas maka outer loading 0,50 dapat dikatakan valid (Ghozali dan Latan, 2015). Tabel 1 di bawah ini menyajikan nilai dari analisis validitas konvergen.

Konstruk Indikator Nilai Loading Ket
Kompen-sasi (X1) Upah dan gaji 0,757 Valid
Insentif 0,843 Valid
Tunjangan 0,881 Valid
Fasilitas 0,856 Valid
Kepemimpinan Transformasional (X2) Pengaruh yang ideal 0,807 Valid
Stimulasi intelektual 0,770 Valid
Motivasi inspirasional 0,857 Valid
Pertimbangan individual 0,848 Valid
Motivasi Kerja(Z) Kebutuhan fisiologis 0,776 Valid
Kebutuhan rasa aman 0,776 Valid
Kebutuhan social 0,816 Valid
Kebutuhan akan pengakuan 0,862 Valid
Kebutuhan aktualisasi diri 0,832 Valid
Kepuasan Kerja(Y) Pekerjaan itu sendiri 0,860 Valid
Upah 0,800 Valid
Kesempatan untuk berkembang 0,921 Valid
Supervisi 0,811 Valid
Rekan kerja 0,860 Valid
Kondisi kerja 0,921 Valid
Table 1. Nilai Outer Loading

Sumber: (Data primer diolah: 2019)

Tabel 1 menunjukkan nilai loading factor setiap indikator lebih dari 0,50. Artinya, seluruh indikator variabel yang diamati dalam penelitian ini telah memenuhi syarat convergent validity. Hal ini berarti semua indikator di atas adalah valid serta dapat digunakan dalam model. Sementara hasil discriminant validity disajikan pada Tabel 2, diperoleh nilai koefisien AVE dari seluruh konstruk > 0,50, artinya semua konstruk penelitian ini valid. Nilai composite reliability dan nilai cronbach’s alpha dari seluruh konstruk menunjukkan nilai lebih besar dari 0,70 sehingga dapat dinyatakan bahwa keseluruhan konstruk telah memenuhi syarat reliabilitas.

Konstruk AVE Composite Reliability Cronbach Alpha
Kompensasi 0,699 0,902 0,855
Kepemimpinan Transformasional 0,675 0,8892 0,838
Motivasi Kerja 0,661 0,907 0,872
Kepuasan Kerja 0,746 0,946 0,931
Table 2. Nilai AVE, Composite Reliability, dan Cronbach Alpha

Sumber: (Data primer diolah: 2019)

Hasil Uji Inner Model

Setelah evaluasi model pengukuran (outer model) telah memenuhi syarat, tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi structural (inner model) yang meliputi uji kecocokan model (model fit), path coefficient, dan R2. Uji kecocokan model (model fit) harus dilakukan sebelum melakukan uji signifikansi path coefficient dan R2. Pada uji model fit terdapat tiga indeks pengujian, yakni Average Path Coefficient (APC), Average R-Squared (ARS), dan Average Variances Factor (AVIF) dengan kriteria: APC dan ARS diterima dengan syarat p – value < 0,1 dan AVIF < 5. Berikut Tabel 3 menyajikan hasil output model fit indices dari program WarpPLS 5.0.

Indeks P – value
APC 0.486 P < 0.001
ARS 1.139 P < 0.001
AVIF 3.079 (good if < 5) P < 0.001
Table 3. Model Fit Indices

Sumber: (Data primer diolah: 2019)

Hasil output Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa APC memiliki indeks sebesar 0.402 dengan nilai p-value < 0.001. Sedangkan ARS memiliki indeks sebesar 1.139 dengan p-value < 0.001. Nilai p-value menunjukkan hasil di bawah 0,1 yang berarti memenuhi kriteria APC dan ARS. Nilai indeks AVIF juga menunjukkan < 5 yaitu sebesar 3.079. Hal ini berarti model sudah fit dengan data sehingga dapat melanjutkan pengujian berikutnya.

Hasil pengolahan data menunjukkan nilai R-square (R2) variabel. Untuk mengevaluasi hubungan struktural antar variabel laten, harus dilakukan pengujian hipotesis terhadap koefisien jalur antara variabel dengan membandingkan angka p – value dengan alpha (0,1). Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh kompensasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui motivasi kerja. Hasil pengujian hipotesis model structural dengan menggunakan program WarpPLS 5.0, dapat dijelaskan nilai koefisien jalur pada masing-masing hipotesis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini.

Hubungan Antar Konstruk Koefisien Jalur P – values Ket
H1: Kompensasi →Kepuasan Kerja 0,840 <0.001 Diterima
H2: Kepemimpinan transformasional → Kepuasan Kerja 0,357 <0.001 Diterima
H3: Motivasi Kerja → Kepuasan Kerja 0,327 <0.001 Diterima
H4: Kompensasi → Motivasi Kerja 0,496 <0.001 Diterima
H5: Kepemimpinan transformasional → Motivasi Kerja 0,510 <0.001 Diterima
H6: Kompensasi à Motivasi Kerja → Kepuasan Kerja 0,335 <0.001 Diterima(Mediasi Sebagian)
H7: Kepemimpinan Transformasional → Motivasi Kerja à Kepuasan Kerja 0,498 <0.001 Diterima(Mediasi Sebagian)
Table 4. Hasil Path Analysis

Sumber: Data primer diolah (2019)

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang tersaji pada Tabel 4 di atas, diketahui bahwa kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil analisis menunjukkan nilai p – value < 0.001, dengan demikian H1 diterima. Pemberian kompensasi yang lebih baik mampu meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Hasil penelitian ini mendukung beberapa penelitian terdahulu diantaranya: Adhikari, et al. (2017); Chu Lin, et al. (2019); Dou Lei, et al. (2015); Yang dan Chen (2018) menemukan kompensasi finansial dan non finansial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, dengan nilai p – value < 0.001, dengan demikian H2 diterima. Hal ini sejalan dengan temuan Ritawati (2013); Munevver dan Kinik (2015); Puni, et al. (2018); bahwa gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan pimpinan, dimana pimpinan mampu melakukan pendekatan interpersonal kepada bawahan sehingga bawahan merasa senang dan puas dengan cara-cara atasan dalam mengarahkan karyawan untuk mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan.

Motivasi kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, dengan nilai p – value < 0.001, sehingga H3 diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya: Hayati dan Caniago (2012); Kusuma, dkk (2015); Pang dan Shan Lu (2018); Suttikun, et al. (2018) bahwa motivasi kerja terbukti dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

Kompensasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja. Nilai p-value dari hasil analisis me unjukkan lebih kecil dari nilai alpha (<0.001). Hasil ini bermakna bahwa kompensasi mampu meningkatkan motivasi kerja karyawan, dengan demikian H4 diterima. Penelitian terdahulu yang mendukung hasil penelitian ini adalah Kusuma, dkk (2015); Adhikari, et al. (2017); Ilyina (2013); Demircioglu, et al. (2018) menyatakan bahwa kompensasi (baik finansial maupun non finansial) berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.

Kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja. Nilai p-value sebesar < 0.001, dengan demikian H5 diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Munevver dan Kinik (2015); Kusuma, dkk (2015); Aga dan Vallejo (2016) bahwa kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan motivasi kerja karyawan.

Hasil pengujian mediasi pada pengaruh tidak langsung kompensasi terhadap kepuasan kerja melalui motivasi adalah signifikan (p-value < 0.001). Hal ini memberikan makna bahwa motivasi kerja memberikan peran mediasi pada pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja, sehingga H6 diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian oleh Kusuma, dkk (2015) menemukan adanya pengaruh tidak langsung antara kompensasi terhadap kepuasan kerja melalui motivasi kerja. Temuan penelitian dari Sukidi dan Wajdi (2016) menunjukkan bahwa pemberian kompensasi yang layak merupakan alat fundamental untuk memberikan kepuasan kerja karyawan. Temuan penelitian ini juga sejalan dengan temuan penelitian dari Gupta (2014) bahwa perusahaan dapat meningkatkan gaji dan kompensasi untuk memotivasi karyawan, kompensasi yang baik dan layak dapat menjadi salah satu factor kunci yang memengaruhi kepuasan kerja karyawan.

Adapun nilai p-value pada pengaruh tidak langsung kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja melalui motivasi kerja sebesar < 0.001. Hasil ini menunjukkan bahwa motivasi kerja dapat memberikan peran mediasi pada pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja, dengan demikian H7 diterima. Hasil penelitian ini mendukung temuan penelitian Taghipour dan Dejban (2013) yang menemukan adanya pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja melalui motivasi kerja. Hal ini menegaskan bahwa motivasi kerja mampu memperkuat kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja karyawan pada Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.

Kesimpulan

Hasil temuan penelitian ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa kompensasi dan kepemimpinan transformasional merupakan alat fundamental yang mendasari Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Pemberian kompensasi yang layak dan penerapan gaya kepemimpinan transformasional berperan penting untuk meningkatkan kepuasan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui motivasi kerja. Motivasi kerja yang baik mampu membangkitkan rasa puas karyawan dalam bekerja. Selain itu, motivasi kerja ditentukan sebagai mediasi sebagian atas pengaruh kompensasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja, yang artinya meskipun tanpa adanya motivasi kerja, praktik kompensasi dan kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan kepuasan kerja secara langsung, namun dengan adanya motivasi kerja akan semakin memperbesar peningkatan rasa puas karyawan kepada perusahaan.

Beberapa saran praktis direkomendasikan untuk Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan (RSML) berdasarkan hasil temuan penelitian, yakni: pemberian tunjangan dan motivasi inspirasional dari pimpinan adalah factor penting yang harus diperhatikan oleh pimpinan RSML untuk memperkuat kompensasi dan kepemimpinan transformasional, sehingga mampu meningkatkan gairah kerja karyawan, dan pada akhirnya mampu meningkatkan rasa puas dalam bekerja. Peneliti selanjutnya disarankan agar menambah indikator kompensasi agar hasil penelitian yang dilakukan lebih komprehensif. Sebaiknya obyek penelitian berikutnya lebih diperluas di sektor industri manufaktur agar dapat mengambil kesimpulan lebih luas (generalisasi).

References