Abstract

Tourist experiences can provide an assessment of a destination by tourists. In the context of island destinations, this study aims to explore deeper the quality of tourist experiences, price perceptions, and tourist satisfaction. The quality of the tourist experience consists of various variables, including escapist, pleasure, relaxation and involvement. A total of 157 samples were obtained through online convenience sampling method for tourists who have visited Belitung Island. Respondents are devoted to tourists who are located outside Belitung Island to avoid biased answers from local residents. Structural Equation Model (SEM) was applied in this study. The results show that only the involvement factor in the quality of tourist experience can influence price perception. Perceptions of prices can indirectly mediate the quality of tourist experiences, except for relaxation. Regardless of the fact that visitors consider the price to be outrageous (expensive or unsuitable), they will still create a positive assessment of the destination if they can involve in the decision-making process. In turn they will be satisfied with their experiences.

 

Pendahuluan

Hubungan antara kualitas pengalaman, persepsi nilai, dan harga tetap kompleks (Moon & Han, 2019). Hal tersebut mungkin disebabkan oleh sistem yang belum jelas dalam mempersepsikan pengalaman keseluruhan pada suatu destinasi dan harga. Wisatawan pertama kali terkena harga produk tur, tiket penerbangan, atau kamar hotel. Meskipun wisatawan dapat membandingkan harga dengan harga dari pesaing lain, sulit untuk mengevaluasi harga sebenarnya sebelum mereka benar-benar merasakan destinasi yang dituju. Dalam konteks tersebut, mengeksplorasi hubungan ketidakjelasan antara kualitas pengalaman wisata dan kewajaran harga memerlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian sebelumnya menulusuri pengalaman wisata dalam berbagai konteks, seperti wisata malam (Boateng et al., 2018), wisata warisan (Bec et al., 2019), wisata massal (Garau-Vadell et al., 2019), dan wisata budaya (Chen & Rahman, 2018). Kualitas pengalaman wisata dalam konteks tertentu dapat memainkan peran penting sebagai kontributor kepuasan wisatawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengklarifikasi pengaruh kualitas pengalaman aktual wisatawan pada persepsi harga mereka dan pengaruhnya terhadap peningkatan kepuasan wisatawan pada suatu destinasi wisata pulau.

Hubungan Kualitas Pengalaman Wisatawan dan Persepsi Harga

Kualitas pengalaman wisata dinilai oleh seorang wisatawan berdasarkan evaluasinya terhadap keseluruhan pengalaman di suatu destinasi selama periode waktu tertentu (Kim & Brown, 2012). Di sekitar pulau, pengunjung dapat mengalami perasaan eskapis dan eksotisme, menciptakan citra pulau itu (Lee et al., 2018). Untuk menggambarkan kualitas pengalaman wisata berdasarkan interaksi pada destinasi pulau, penelitian ini memperkenalkan empat variabel: eskapis, relaksasi, kenikmatan, dan keterlibatan (Hosany & Witham, 2010; Moon & Han, 2019). Ketika seseorang menilai kualitas dari apa yang telah dia beli, harga adalah konstruksi yang tidak dapat dipisahkan. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa hubungan antara kualitas produk / jasa dan harga adalah valid (Kaura et al., 2015; Ryu & Han, 2010). Pada segmen pariwisata, kualitas pengalaman wisata di lingkungan fisik dan sosial keseluruhan destinasi, yang dapat menghasilkan perasaan eskapis, berkontribusi terhadap persepsi positif wisatawan tentang harga (Ali et al., 2016). Ketika wisatawan merasakan kegembiraan dan merasa tersingkir dari kehidupan sehari-hari mereka menganggap pengalaman wisata lebih berharga (Prebensen et al., 2013). Sehingga beberapa hipotesis yang diusulkan sebagai berikut.

H1: Eskapis dapat mempengaruhi secara positif terhadap persepsi harga.

H2: Relaksasi dapat mempengaruhi secara positif terhadap persepsi harga

H3: Kenikmatan dapat mempengaruhi secara positif terhadap persepsi harga.

H4: Keterlibatan dapat mempengaruhi secara positif terhadap persepsi harga

Hubungan Persespi Harga dan Kepuasan Wisatawan

Harga adalah salah satu faktor utama yang dipertimbangkan wisatawan ketika bepergian dan yang ditanggapi oleh wisatawan dengan sensitif. Harga dapat mencerminkan persepsi objektif dan subyektif terhadap pelanggan (Kim et al., 2012). Aspek obyektif harga mengacu pada sudut pandang harga numerik sedangkan aspek subyektif menunjukkan bagaimana seseorang menginterpretasikan harga melalui evaluasi pengalaman konsumsi (Zeithaml, 1988). Wisatawan juga dapat merasakan aspek numerik harga melalui perbandingan dengan harga pesaing serta dengan pengalaman tur mereka sendiri pada destinasi yang dituju (Murphy & Pritchard, 1997). Pada konteks penelitian destinasi pulau ini, situasi di mana wisatawan merasakan harga, memberikan mereka kesan harga yang wajar dan kualitas pengalaman wisata (eskapis, relaksasi, kenikmatan, keterlibatan) yang berharga sangat penting. Persepsi wisatawan tentang nilai dapat berbeda sesuai dengan penilaiannya terhadap pertukaran antara pengalaman wisata dan harga yang dibayarkan untuk merasakan suatu pengalaman (Kim et al., 2015). Persepsi harga oleh wisatawan dapat berubah tergantung pada pengalaman nyata mereka di suatu destinasi. Beberapa studi memverifikasi efek positif dari harga yang dirasakan yang berakhir dengan kepuasan pelanggan (Ali et al., 2016; Han & Hyun, 2015; Kusumah et al., 2019). Pada segmen perhotelan, persepsi harga tamu memiliki efek mediasi antara kinerja hotel dan kepuasan tamu (Chen et al., 2015; Kusumah et al., 2020). Dengan demikian, wisatawan akan puas ketika pengalaman konsumsi mereka berjalan dengan baik dan memenuhi kebutuhan mereka dibandingkan dengan uang yang mereka habiskan. Dengan demikian, hipotesis yang diusulkan sebagai berikut.

H5: Persepsi harga dapat mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kepuasan wisatawan.

H6a: Persepsi harga dapat memediasi hubungan antara eskapis dan kepuasan wisatawan

H6b: Persepsi harga dapat memediasi hubungan antara relaksasi dan kepuasan wisatawan

H6c: Persepsi harga dapat memediasi hubungan antara kenikmatan dan kepuasan wisatawan

H6d: Persepsi harga dapat memediasi hubungan antara keterlibatan dan kepuasan wisatawan

Metode Penelitian

Sampel dan Pengumpulan Data

Survei mandiri yang dikelola secara online didistribusikan kepada wisatawan yang telah mengunjungi Pulau Belitung. Pulau tersebut dipilih sebagai destinasi wisata pulau untuk mengumpulkan data karena menarik banyak wisatawan nasional dan mancanegara dengan kekayaan sumber daya alam dan gaya hidup lokalnya yang berlimpah. Misalnya, pulau itu memuat banyak wisata bahari berupa pantai-pantai yang mempesona. Dengan menggunakan metode convenience sampling, pemilihan responden didapatkan dari responden yang berdomisili diluar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pemilihan tersebut dipilih untuk menghindari jawaban bias dari penduduk lokal yang ada di provinsi tersebut. Terlepas dari kontribusi pulau yang luar biasa terhadap pariwisata, eksplorasi Pulau Belitung dalam penelitian pariwisata telah diobservasi terbatas oleh peneliti (Kusumah et al., 2020). Data dikumpulkan selama tiga puluh hari pada bulan Oktober 2019. Sebanyak 157 kuesioner berhasil didapatkan dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

Pengukuran dan Analisis Data

Survei yang dilaporkan sendiri dikembangkan dengan menggunakan skala tipe Likert 5 poin (1 = sangat tidak setuju; 5 = sangat setuju). Kuesioner disusun dalam dua bagian. Bagian pertama dari survei meliputi informasi demografis responden (jenis kelamin, usia, pendidikan). Sementara itu, bagian kedua terdiri dari item pengukuran yang mewakili kualitas pengalaman wisata, harga yang dirasakan, dan kepuasan terhadap pulau itu. Item pengukuran diperkenalkan dari penelitian sebelumnya dan diadopsi ulang agar sesuai dengan penelitian ini. Kualitas pengalaman terdiri dari empat variabel (yaitu eskapis, relaksasi, kenikmatan, dan keterlibatan) menggunakan 12 item yang diadopsi (Chen & Chen, 2010; Moon & Han, 2019). Tiga item pengukuran digunakan untuk mewakili harga yang dipersepsikan (Han & Kim, 2009). Kepuasan wisatawan diukur menggunakan tiga item (Chen et al., 2016). Confirmatory factor analysis (CFA) dilakukan dengan menggunakan pendekatan kemungkinan maksimum (maximum likehood) dengan enam variabel secara total (yaitu eskapis, relaksasi, kenikmatan, keterlibatan, persepsi harga yang dirasakan, dan kepuasan wisatawan ke sebuah pulau). Nilai validitas konvergen dikatakan baik jika nilai average variance extracted (AVE) > 0,5 dan nilai composite reliability > 0,7 (Hair et al., 2014). Kemudian, nilai validitas diskriminan dianggap baik jika nilai akar kuadrat AVE lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi setiap variabel (Hair et al., 2010). Model fit atau kesesuaian model dianggap cukup baik jika nilai p < 0,05; RMSEA < 0,08; CFI, AGI, TLI > 0,9 (Hair et al., 2014). Setelah proses CFA memiliki nilai yang baik, analisis structural equation model (SEM) digunakan untuk menguji hipotesis.

Hasil dan Pembahasan

Profil responden ditampilkan pada Tabel 1. 33.1% responden adalah pria dan 66.9% adalah wanita. Mayoritas responden berusia 31-40 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 40,8% dan 44,6%) dan memiliki gelar sarjana atau lebih tinggi (96,8%). Berdasarkan mayoritas usia dan pendidikan, menyiratkan bahwa kunjungan ke Pulau Belitung dimungkinkan didominasi oleh para wisatawan yang memliki tujuan MICE (meetings, incentives, conferences, exhibitions) atau kedinasan, dimana tujuan tersebut dapat melibatkan kualitas pengalaman wisatawan. Sedangkan generasi milenial atau young travelers nampaknya kurang tertarik untuk berwisata ke pulau tersebut.

Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin Pria 52 33,1
Wanita 105 66,9
Usia < 20 tahun 0 0
21-30 tahun 6 3,8
31-40 tahun 64 40,8
41-50 tahun 70 44,6
> 51 tahun 17 10,8
Pendidikan SMA/Sederajat 0 0
Diploma 5 3,2
Sarjana 30 19,1
Pasca Sarjana 122 77,7
Table 1.Profil Responden (sampel = 157)

Confirmatory Factor Analysis (CFA)

Loading factor semua item pengukuran memuaskan, mulai dari 0,697 hingga 0,888 (Tabel 2). Setelah itu, CFA dilakukan dengan menggunakan pendekatan kemungkinan maksimum dengan enam variabel secara total (yaitu eskapis (ES), relaksasi (RI), kenikmatan (KN), keterlibatan (KL), harga yang dirasakan (PH), kepuasan wisatawan (KW) ke sebuah pulau). Hasil CFA disajikan pada Tabel 2. Model menunjukkan kecocokan yang baik (model fit) dengan data (Chi-square = 125,877; df = 93, p = 0,013; RMSEA = 0,048; CFI = 0,973; GFI = 0,915; TLI = 0,965). Composite Reliability (CR) tersebar antara 0,718 dan 0,840 melampaui batasan yang disarankan, 0,7 (Hair et al, 2014). Nilai-nilai average variance extracted (AVE) juga memuaskan dengan tingkat minimum 0,5, yang mendukung validitas konvergen. Validitas diskriminan diperiksa serta dibandingkan dengan akar kuadrat AVE dan korelasi. Karena nilai-nilai akar kuadrat AVE semua lebih besar dari korelasi, validitas diskriminan juga dapat diterima (lihat Tabel 3).

KN = Kesenangan, KL = Keterlibatan, ES = Eskapis, RI = Relaksasi, PH = Persepsi Harga, KW = Kepuasan Wisatawan

Figure 1.Hasil Konstruk Penelitian

Loadings AVE CR
ph1 0,724 0,641 0,897
ph2 0,906
ph3 0,761
kw1 0,709 0,543 0,837
kw2 0,741
kw3 0,759
kn1 0,853 0,705 0,912
kn2 0,762
kn3 0,899
kl1 0,841 0,574 0,838
kl2 0,655
kl3 0,765
es1 0,919 0,754 0,920
es2 0,946
es3 0,722
ri1 0,840 0,552 0,821
ri2 0,816
ri3 0,534
Table 2.Loadings Factor, Nilai AVE, dan Nilai CR

KN KL ES RI PH KW
KN 0,840
KL 0,228 0,758
ES 0,025 -0,009 0,868
RI -0,107 -0,125 0,364 0,743
PH 0,189 0,251 -0,175 0,000 0,801
KW -0,05 0,322 -0,052 -0,047 0,247 0,737
Table 3.Validitas Diskriminan

Structural Equation Model (SEM): Pengujian Hipotesis

SEM digunakan untuk menguji hipotesis. Hasil SEM ditunjukkan pada Tabel 4. Model fit dapat diterima dengan χ2 = 158,412, df = 124, p < 0,05, RMSEA = 0,042, CFI = 0,972, GFI = 0,907, TLI = 0,966. Menurut hasil, eskapis (ES) (β = -0,224, CI 95% [-0,418 – 0,002], p > 0,05); kesenangan (KN) (β = 0,153, CI 95% [-0,027 – 0,329], p > 0,05); dan relaksasi (RI) (β = 0,126, CI 95% [-0,094 – 0,329], p > 0,05) secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap persepsi harga (PH) yang dirasakan. Hasil ini menolak hipotesis H1, H2, dan H3. Untuk persepsi harga, keterlibatan (KL) adalah satu-satunya anteseden yang signifikan (β = 0,240, CI 95% [0,043 – 0,455], p < 0,05), sehingga hipotesis H4 diterima. Sedangkan, PH dapat memediasi antara KN dan KW (β = 0,038, CI 95% [0,006 – 0,112], p < 0,05); KL dan KW (β = 0,060, CI 95% [0,003 – 0,185], p < 0,05); ES dan KW (β = -0,056, CI 95% [-0,150 - -0,007], p < 0,05). Sehingga hipotesis H6a, H6c, dan H6d dapat diterima. Hanya hubungan antara RI dan KW (β = 0,032, CI 95% [-0,013 – 0,111], p > 0,05) yang tidak dapat dimediasi oleh PH, oleh karena itu hipotesis H6b ditolak.

β BC (CI 95%) Sig. Ket.
KN PH 0,153 -0,027 – 0,329 p > 0,05 Ditolak
KL PH 0,240 0,043 – 0,455 p < 0,05 Diterima
ES PH -0,224 -0,418 – 0,002 p > 0,05 Ditolak
RI PH 0,126 -0,094 – 0,329 p > 0,05 Ditolak
PH KW 0,252 0,055 – 0,462 p < 0,01 Diterima
KN → PH → KW 0,038 0,006 – 0,112 p < 0,05 Diterima
KL → PH → KW 0,060 0,003 – 0,185 p < 0,05 Diterima
ES → PH → KW -0,056 -0,150 - -0,007 p < 0,05 Diterima
RI → PH → KW 0,032 -0,013 – 0,111 p > 0,05 Ditolak
Table 4.Nilai Standardized Coefficient, Bias Corrected (BC) Lower-Upper, Significance dan Keterangan

Menerapkan aspek pengalaman, penelitian ini berfokus kepada kualitas pengalaman wisata yang terdiri dari eskapis, relaksasi, kenikmatan, dan keterlibatan, yang memproyeksikan persepsi wisatawan tentang keseluruhan interaksi timbal balik di suatu destinasi kepulauan. Studi ini mengungkapkan temuan yang kontras dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, misalnya pada eskapis (Triantafillidou & Petala, 2016); kesenangan (Amoah et al., 2016); relaksasi (Gallarza et al., 2016) karena dampak kualitas pengalaman pada variabel memanifestasikan hasil berbeda. Variabel-variabel kualitas pengalaman secara langsung tidak signifikan untuk persepsi wisatawan tentang kewajaran harga dalam penelitian ini, kecuali untuk variabel keterlibatan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan adalah faktor kunci bagi wisatawan untuk mengevaluasi kewajaran harga. Wisatawan cenderung puas dengan harga yang mereka bayar ketika mereka cukup terlibat dengan proses pengambilan keputusan pada suatu destinasi (Dwyer & Forsyth, 2011). Wisatawan juga dapat berpikir bahwa mereka memperoleh hak atau kekuatan untuk membuat keputusan saat bepergian, yang dapat dianggap sebagai ganti rugi (harga) mereka. Wisatawan saat ini bukanlah konsumen pasif lagi, akan tetapi co-creator pengalaman di suatu destinasi (Gentile et al., 2007), yang mengarahkan mereka untuk aktif dalam menulusuri destinasi.

Tingkat harga yang dapat diterima mungkin lebih realistis untuk memahami bagaimana wisatawan menilai keseluruhan pengalaman wisata mereka. Ketika para wisatawan berharap untuk menerima pengalaman wisata berkualitas sesuai dengan apa yang mereka bayar, persepsi kognitif dan evaluatif mereka tentang nilai dan harga dapat berubah setelah mengalami pengalaman nyata. Eksplorasi dari kewajaran harga ini dapat menjelaskan tidak hanya interpretasi subyektif wisatawan tentang pengalaman wisata, tetapi juga persepsi objektif mereka bahwa harga yang dibayarkan sesuai dengan pengalaman wisata (Han & Ryu, 2009).

Persepsi harga secara tidak langsung dapat memediasi kualitas pengalaman wisatawan, kecuali pada relaksasi. Hal tersebut dapat dimungkinkan bahwa terlepas dari kenyataan bahwa wisatawan berpikir harganya tidak masuk akal (mahal atau tidak pantas), mereka masih akan mengevaluasi destinasi secara positif jika mereka dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Hal itu pada gilirannya membuat mereka puas dengan pengalaman wisata mereka. Ketika wisatawan menganggap bahwa kunjungan mereka ke destinasi pulau adalah hal yang baik dan mereka membangun citra destinasi positif, kepuasan mereka terhadap pengalaman wisata dapat diperkuat. Demikian pula, wisatawan lebih puas dengan pengalaman wisata ketika mereka berpikir harganya masuk akal dan mereka memiliki citra yang baik. Hal tersebut menggambarkan bahwa wisatawan dengan citra destinasi positif cenderung lebih murah hati dalam mengevaluasi nilai dan kewajaran harga, dan mudah senang dengan pengalaman wisata mereka.

Dalam implikasi praktis, manajemen tingkat pemerintah daerah harus memfasilitasi wisatawan untuk merencanakan jadwal mereka dengan lebih fleksibel dengan memperkuat mobilitas di destinasi pulau. Studi ini mengungkapkan bahwa ketika wisatawan terlibat dan memiliki kontrol atas proses di suatu destinasi pulau, mereka lebih cenderung berpikir bahwa pulau itu menawarkan nilai yang baik, dan harga yang mereka bayar untuk pengalaman wisata mereka masuk akal. Keterlibatan dengan proses ini juga mempengaruhi kepuasan wisatawan dengan pengalaman wisata mereka. Ini mungkin menyiratkan bahwa beberapa bagian yang tidak terkendali dari lingkungan destinasi seperti infrastruktur yang berbeda dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan ketidakpuasan wisatawan. Mengambil sistem transportasi sebagai contoh, kemudahan memahami cara menggunakannya dan ketepatan waktu layanan transportasi umum dapat menjadi vital bagi wisatawan untuk mengunjungi tempat-tempat yang mereka inginkan. Dalam hal ini, mobilitas di destinasi pulau adalah salah satu faktor kunci untuk meningkatkan manajemen pariwisata. Manajemen pariwisata pemerintah daerah harus mengatur akses online ke informasi terbaru mengenai layanan transportasi dan memeriksa setiap masalah teknis secara teratur untuk memungkinkan wisatawan memiliki fleksibilitas pergerakan. Dalam kasus Pulau Belitung, jadwal transportasi umum sulit untuk diunduh dan informasinya hanya tersedia dalam bahasa Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan pengunjung internasional, manajer harus memberikan rincian lebih lanjut tentang opsi transportasi (mis. bus, taksi, dan mobil sewaan) dengan terjemahan yang akurat serta dengan desain yang menarik. Memperkuat kualitas sistem transportasi dapat membantu wisatawan untuk dengan mudah berpindah di antara berbagai atraksi dan memiliki rute fleksibel di sebuah pulau sesuai kebutuhan. Praktik ini pada akhirnya akan menciptakan kesan pulau yang layak dikunjungi serta mengarah ke kepuasan dengan pengalaman wisata.

Kesimpulan

Studi ini menyelidiki aspek pengalaman wisatawan dimana kualitas mempengaruhi persepsi wisatawan tentang kewajaran harga. Berdasarkan hasil, penelitian ini memberikan kontribusi teoritis penting untuk literatur pariwisata pulau dengan menunjukkan bagaimana pengalaman wisatawan yang dibangun pada destinasi suatu pulau dapat mempengaruhi persepsi mereka. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen pariwisata dan pemerintah daerah dapat memberdayakan wisatawan serta melibatkan mereka dalam proses untuk memberikan kesan bahwa destinasi pulau memberikan nilai yang baik dan harga yang sepadan dengan harga yang dibayarkan. Selanjutnya, pemerintah daerah dan masyarakat harus bekerja sama secara erat dalam melestarikan alam dan budaya destinasi pulau serta meningkatkan infrastruktur, misalnya sistem transportasi. Dengan melakukan hal itu, destinasi pulau dapat membuat wisatawan merasa puas dengan pengalaman wisata mereka dan dapat membangun citra positif. Kami berharap bahwa studi ini berkontribusi pada literatur penelitian pariwisata serta pengembangan pariwisata kepulauan.

References